You need to enable javaScript to run this app.

RPP: Bukan Sesajen, Melainkan Kompas Pembelajaran

  • Minggu, 09 November 2025
  • Administrator
  • 0 komentar

RPP: Bukan Sesajen, Melainkan Kompas Pembelajaran

Dalam dinamika dunia pendidikan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sering kali dipandang sebagai dokumen administratif yang harus ada setiap kali guru mengajar. Tak jarang, RPP disusun dengan tergesa**, diserahkan kepada kepala atau pengawas, lalu disimpan rapi di dalam map tanpa pernah tersentuh kembali. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah RPP dibuat sebagai sesajen administratif, atau sebagai panduan nyata dalam proses pembelajaran?

Faktanya, tidak banyak guru yang benar-benar membawa RPP ke dalam kelas dan menjadikannya panduan utama dalam mengajar. Padahal, secara filosofi, RPP merupakan kompas pembelajaran — panduan yang menuntun guru dan peserta didik untuk menapaki proses belajar secara sistematis, reflektif, dan bermakna. RPP sejatinya bukan berfungsi untuk menyenangkan kepala dan pengawas atau memenuhi kewajiban administratif semata, melainkan sebagai alat bantu profesional bagi guru untuk mengelola pengalaman belajar peserta didik sesuai arah dan tujuan pendidikan.

Ketika RPP hanya menjadi dokumen formal, maka esensi pembelajaran kehilangan arah. Guru mungkin mengajar dengan semangat, namun tanpa rencana yang terukur, proses belajar dapat berjalan tanpa fondasi konseptual yang kuat. Akibatnya, pembelajaran yang seharusnya berpihak pada murid berubah menjadi kegiatan rutin tanpa refleksi. Di sisi lain, RPP yang dirancang dan digunakan dengan sadar akan menumbuhkan kesadaran pedagogis, yakni kemampuan guru untuk memahami mengapa, bagaimana, dan untuk apa ia mengajar.

Kita perlu mengakui bahwa masih ada hambatan yang menyebabkan RPP belum sepenuhnya berfungsi sebagaimana mestinya. Budaya administrasi yang terlalu dominan, tekanan supervisi yang menekankan kelengkapan dokumen, serta kurangnya pelatihan reflektif bagi guru menjadikan RPP sering kali disusun tanpa makna. Dalam konteks ini, RPP kehilangan ruhnya sebagai instrumen perencanaan pembelajaran yang hidup.

Untuk mengembalikan makna sejati RPP, perlu dilakukan pergeseran paradigma. Pertama, penyusunan RPP harus berorientasi pada kemudahan implementasi di kelas, bukan pada panjang atau formatnya. Kedua, supervisi akademik perlu diarahkan pada pendampingan praktik pembelajaran, bukan sekadar pemeriksaan berkas. Ketiga, guru perlu dibiasakan melakukan refleksi setelah mengajar — mencatat hal-hal yang berhasil dan belum berhasil sebagai bahan perbaikan RPP berikutnya. Dengan demikian, RPP akan menjadi dokumen yang dinamis, tumbuh, dan kontekstual sesuai kebutuhan nyata di kelas.

RPP yang baik adalah yang hidup di hati dan tindakan guru, bukan hanya di atas kertas. Guru yang membawa RPP ke dalam kelas sesungguhnya sedang membawa arah dan visi pendidikan yang ia yakini. Ia sadar bahwa setiap langkah pembelajaran adalah bagian dari proses memanusiakan manusia.

Pada akhirnya, marilah kita memaknai kembali RPP bukan sebagai sesajen bagi kepala atau pengawas, melainkan sebagai peta cinta dan tanggung jawab profesional guru dalam menuntun peserta didik menuju kebijaksanaan dan kemerdekaan belajar. Dengan demikian, pembelajaran tidak lagi berjalan secara mekanis, tetapi tumbuh dari kesadaran, kasih, dan komitmen guru sebagai pendidik sejati.

renungan ringan_maraknya pelatihan menyusun modul ajar_yg kurang berimplikasi terhadap kualitas pembelajaran

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

Miston

- Kepala Madrasah -

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat datang di website resmi MTs Nurul Ihsan. Kami sangat senang dapat menyambut Anda di platform...

Berlangganan
Banner